DPR MEMINTA AGAR PENYUSUNAN RUU KONVERGENSI TELEMATIKA TIDAK TERGESA-GESA
Sejumlah anggota Komisi I DPR RI meminta agar pemerintah tidak tergesa-gesa didalam menyusun undang-undang konvergensi telematika serta lebih mengoptimalkan dan mengharmonisasikan terlebih dahulu peraturan perundang-undangan terkait ataupun merubah (merevisi) payung hukum yang mengatur informatika.
Demikian hal yang mengemuka pada Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan Sekretaris Jenderal Departemen Komunuikasi dan Informasi (Dekominfo) beserta jajaran, Kepala Badan Pembinaan Hukum Negara (BPHN), dan dosen peneliti Universitas Indonesia, yang dipimpin Kemal Azis Stamboel (F-PKS), di ruang rapat komisi I, senayan, Senin (1/2).
“Rapikan undang-undang yang ada sembari mengatur undang-undang konvergensi telematika, dengan penggabungan satu atau dua peraturan perundang-undangan yang ada tanpa menghilangkan yang lama,” ujar anggota dari Fraksi Demokrat Roy Suryo.
Sebagai catatan, saat ini, ada empat payung hukum yang mengatur tentang informatika, yaitu UU No. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Keempat undang-undang itulah yang akan dilebur menjadi UU Konvergensi.
Menurut anggota yang juga pakar telekomunikasi ini, apabila menghapus semua peraturan perundang-undangan yang sudah ada, selain berdampak jelek terhadap image negara juga akan memakan waktu yang sangat lama dalam penyusunan dan pembahasannya.
Oleh sebab itu, Ia merasa lebih baik merevisi undang-undang ITE khususnya terhadap pasal 27. Pada UU ITE, setiap pasal yang ada dinilainya masih banyak memuat penjelasan multitafsir, sehingga membingungkan para penegak hukum, contoh kasus Prita mulyasari.
Hal senada juga disampaikan oleh Max Sopacua (F-PDI Perjuangan), Azwar Abu Bakar (F-PAN), dan Ismet Ahmad (F-PAN) yang menambahkan bahwa dalam hal ini tidak perlu menyatukan peraturan perundang-undangan telematika dan penyiaran namun adalah merevisi saja serta meningkatkan sosialisasi. “Yang penting adalah Masyarakat dapat memahami teknologi dan hukumnya bukan industrinya ” ujar Harry Kartana (F-PD). Selain itu, dalam pembentukan peraturan hukum sebuah undang-undang informatika perlu mengajak sektor lain khususnya masyarakat pemakai untuk menghindari adanya perubahan peraturan, tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Basuki Yusuf Iskandar menilai Undang-undang konvergensi itu sangat diperlukan, karena dalam tahun-tahun ke depannya perkembangan teknologi informasi sangat pesat. Apalagi, teknologi untuk masa depan menjadi teknologi konvergensi (penyatuan) dari telekomunikasi, informatika dan media. Dengan UU konvergensi itu, diharapkan UU yang ada sekarang ini tidak lagi terpisah-pisah. (da)